Minggu, 07 Januari 2018

KODE ETIK INSINYUR


ANALISIS  FAKTOR-FAKTOR BERPENGARUH TERHADAP RENDAHNYA PENERAPAN KODE ETIK PROFESI INSINYUR PADA PEMBANGUNAN RUANG POLIKLINIK RSUD dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI

Agus Hariyanto Program Studi Magister Teknik Sipil, Jurusan Managemen Infratruktur,  Universitas Muhammadiyah Surakarta agus10hariyanto@gmail.com



Konsep Etika : Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.

 Konsep profesi : Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek. Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu satu adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun. Kedua adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi. Ketiga   mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat. Keempat ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilainilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus. Kelima kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

Konsep kode etik profesi : Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja. Menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, tentang Pokok-pokok Kepegawaian, kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional. Prinsip-prinsip etika profesi :

1.  Tanggung jawab

2.  Keadilan

3.  Otonomi

Peranan etika dalam profesi nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut.

Konsep Insinyur : Insinyur adalah sebuah profesi yang memegang peran penting dalam proses pembangunan ekonomi, khususnya didalam mengembangkan infrastruktur ekonomi dalam era industrialisasi maupun informasi. Dianggap penting karena profesi ini banyak terkait dengan aktivitas perekayasaan yang dilandasi oleh sebuah filosofi tujuan yang semata demi dan untuk “the benefit of mankind”. Menurut ketentuan Pemerintah, penetapan penyebutan istilah profesi dilakukan oleh Menteri Pendidikan cq. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi berdasarkan rekomendasi organisasi profesi yang bersangkutan. Menurut Persatuan Insinyur Indonesia (PII), insinyur didefinisikan sebagai orang yang melakukan rekayasa teknik dengan menggunakan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan nilai tambah atau daya guna atau pelestarian demi kesejahteraan umat manusia.



DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN 

Jenis penyimpangan kode etik pada pembangunan ruang poliklinik RSUD  dr. Soeroto Kabupaten Ngawi. Didalam proses pengerjaannya, pembangunan ruang poliklinik tersebut mengalami berbagai permasalahan, yaitu :

1.    Data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) temuan fisik dari Inspektorat Kabupaten Ngawi mengindikasikan berbagai macam penyimpangan pekerjaan.

2.   Sementara itu, data lain yang ditunjukkan dalam foto-foto proses pengerjaan proyek yang dilakukan oleh Tim Inspektorat Kabupaten Ngawi menyebutkan bahwa terdapat beberapa jenis pekerjaan yang dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan dokumen kontrak kerja konstruksi,

3.   Penyimpangan dalam proses pengerjaan pun juga tampak pada proses penyelesaian pekerjaan. Berdasarkan pemeriksaan BPK-RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) Provinsi Jawa Timur, proyek tersebut mengalami beberapa kelemahan yang berujung pada pengembalian keuangan pada Kas Daerah, yakni : a. Adendum kedua mengenai penambahan waktu tidak didukung alasan yang memadai sehingga  terdapat potensi denda sebesar Rp 45.145.130,- (1/1000*5hari((2116)hari)*Rp.9.029.026.000,-) b. Terdapat kekurangan volume pekerjaan    Pada saat Tim BPK-RI melakukan  pemeriksaan fisik dilapangan dan melakukan pengujian terhadap rencana anggaran biaya pada kontrak kerja, menunjukkan bahwa pekerjaan yang volumenya kurang dari yang diperjanjikan dalam kontrak sebesar Rp. 36.141.871,651,- c. Terdapat pekerjaan yang tidak dikerjakan sesuai kontrak dan adendum  Pekerjaan pemasangan rangka kayu kruing untuk plafon tidak sesuai dengan spesifikasi teknis Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) dalam kontrak harga kayu sebesar Rp. 97.324.150,00 (2.527,9 M2 * Rp. 2.500.000,- * 0,0154) sedangkan dalam pelaksanaan sesuai volume kayu terpasang sebesar Rp. 38.929.660,- (2.527,9 M2 * Rp. 1.000.000,- * 0,0154) sehingga terdapat selisih volume kayu sebesar Rp. 58.394.490,- Dengan demikian belum ada tindak lanjut dari  pelaksana berupa pembayaran kerugian daerah dan denda keterlambatan total sebesar  Rp. 139.681.491,65,-.

Simpulan Dari analisis data yang dikemukakan dalam bab sebelumnya, disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya penerapan kode etik profesi Insinyur pada pembangunan ruang poliklinik RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi adalah :

1.Terdapat 4 (empat) faktor yang memiliki pengaruh terhadap rendahnya penerapan kode etik profesi insinyur pada pembangunan ruang poliklinik RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi, yaitu faktor komitmen, faktor sumber daya manusia (SDM), faktor kebijakan dan faktor konflik kepentingan.

2.Faktor komitmen yang rendah tampak pada pihak pelaksana yang ditandai dengan pengalihan pekerjaan kepada pihak lain tanpa adanya dokumen yang jelas.

3.Faktor sumber daya manusia (SDM) tampak pada pihak pemilik pekerjaan dimana terdapat rendahnya kuantitas dan ketidaksesuaian profesi tenaga teknis. Pada pihak RSUD, terdapat ketidaksesuain profesi yang ditandai dengan minimnya kualitas dan kuantitas tenaga teknis yang ada pada RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi. Sedangkan pada pihak pelaksana dan pengawas, meskipun memiliki tenaga berlatar belakang pendidikan teknis yang cukup, tetapi tidak berkorelasi positif terhadap kualitas sumber daya manusia didalam melaksanakan pekerjaan tersebut.

4.Faktor kebijakan ditandai dengan tidak dimilikinya aturan secara jelas yang mengatur mengenai kode etik profesi insinyur di Kabupaten Ngawi sehingga tidak ada jaminan perlindungan kepada pemilik pekerjaan dan ancaman sanksi kepada pelaksana proyek yang melanggar kode etik profesi insinyur di Kabupaten Ngawi. 

5.Faktor konflik kepentingan muncul pada pihak RSUD dr. Soeroto selaku pemilik pekerjaan dan pengawas. Konflik kepentingan tersebut muncul sebagai akibat dari munculnya faktor non teknis yang mengintervensi pekerjaan teknis yang dilakukan oleh pelaksana. Akibatnya pihak pengawas dan petugas RSUD dr. Soeroto yang bertanggungjawab dilapangan memiliki keterbatasan kewenangan untuk melakukan koreksi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pelaksana.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar