Senin, 20 November 2017

ETIKA PROFESI


Nama   : Aldhy Filqodri Ramadhan

NPM   : 3C414863

Kelas   : 4ID07

Riview Jurnal Telaah dan Riset Akutansi


Judul
PENGARUH KEPUASAN KERJA PROFESIONALISME. DAN PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP KINERJA AUDITOR (Studi pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh)
Jurnal
Telaah dan Riset Akutansi
Volume & Halaman
Vol. 3 No. 2, Juli 2010 Hal. 195-205
Tahun
2010
Penulis
1.    Ibnu Gautama S
2.    Muhammad Arfan
Reviewer
Aldhy Filqodri Ramadhan (3C414863)
Tanggal
20 November 2017
Tujuan Penelitian
Menganalisis mengenai dampak serta besarnya pengaruh tingkat kepuasan kerja, profesionalisme, dan penerapan teknologi informasi terhadap kinerja auditor.
Subjek Penelitian
Pihak-pihak auditor  di kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh yang memiliki
Metode penelitian
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan sesuatu keadaan yang terjadi pada saat sekarang. Metode deskriptif juga merupakan suatu studi untuk melakukan perbaikan terhadap kondisi saat ini yang dirasa perlu untuk dilakukan perbaikan. Dengan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor pada Kantor BPK-RI Perwakilan Provinsi Aceh. Laporan Data Pegawai Per 31 Desember 2009, auditor yang ada di BPK RI Kantor Perwakilan Provinsi Aceh berjumlah sebanyak 94 orang dengan pertimbangan bahwa seluruh auditor BPK RI Kantor Perwakilan Provinsi Aceh sudah pernah melaksanakan audit. Ukuran sampel diperoleh 52 auditor.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Teknik ini diambil karena populasinya berstrata.
Alasan dilakukan penelitian ini
Peneliti ingin mengetahui apakah kepuasan kerja, profesionalisme, dan penerapan teknologi informasi baik secara simultan maupun parsial berpengaruh terhadap kinerja auditor pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh.
Variabel Dependen
Variabel dependen dari penelitian ini adalah apakah seorang auditor dapat bersikap objektif terhadap semua kegiatan yang diperiksa dan bertindak secara independen. Seorang auditor dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan dan standar audit yang berlaku
Variabel Independen
Variabel independen dari penelitian ini adalah sulitnya peningkatan kepuasan kerja bagi auditor yang berkaitan dengan pemenuhan harapan kerja dalam melakukan pemeriksaan. Banyaknya pemerikasaan yang dilakukan (overload) dan resiko yang dihadapi oleh auditor dalam melakukan audit sehingga menjadikan seorang auditor yang sulit mendapatkan tingkat kepuasan kerja yang baik dalam menglakukan pekerjaannya tersebut. sehingga pemeriksaan yang dilakukan pada sebuah entitas dapat dilaksanakan sesuai dengan standar audit.
Hasil penelitian
Kepuasan kerja, profesionalisme dan penerapan teknologi informasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam peningkatan kinerja auditor dibutuhkan peningkatan kepuasan kerja, profesionalisme, dan penerapan teknologi informasi secara bersamaan. Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja, profesionalisme, dan penerapan teknologi informasi maka akan semakin baik pula kinerja yang dihasilkan oleh auditor dalam menjalankan tugas pemeriksaan.
Kelebihan
Kelebihan dalam penelitian ini adalah Sebelum peneliti memaparkan saran-saran untuk perbaikan bagi peneliti selanjutnya terlebih dahulu diungkapkan keterbatasan dalam penelitian ini. Sehingga peneliti selanjutnya dapat menarik kesimpulan dan memaparkan saran-saran perbaikan yang lebih baik dari hasil penelitian sebelumnya.
Kekurangan
Kekurangan penelitian ini adalah salah satu teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunkan sampel sehingga hasil penelitian yang dilakukan tidak mencerminkan mengenai kondisi auditor di BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh secara keseluruhan.






Minggu, 15 Oktober 2017

Review Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri ( Sistem Manajemen Mutu)


Judul
Analisis penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 menggunakan gap analysis tools pada PT. Sahabat Rubber Industries, Malang.
Jurnal
Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri
Volume & Halaman
Vol. 3 No. 1, Hal. 12-21
Tahun
-
Penulis
1.    Aditya Twin Prakasa
2.    Nasir Widha Setyanto
3.    L. Tri Wijaya Nata Kusuma
Reviewer
Aldhy Filqodri Ramadhan (3C414863)
Tanggal
16 Oktober 2017
Tujuan Penelitian
Menganalisis tingkat penerapan sistem manajemen mutu pada perusahaan dengan menggunakan metode gap analysis tools
Subjek Penelitian
Pihak-pihak di perusahaan yang memiliki kompetensi dengan penelitian yang dilakukan dan sistem kendali mutu.
Metode penelitian
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan sesuatu keadaan yang terjadi pada saat sekarang. Metode deskriptif juga merupakan suatu studi untuk melakukan perbaikan terhadap kondisi saat ini yang dirasa perlu untuk dilakukan perbaikan.
Alasan dilakukan penelitian ini
Terdapat banyak Kendala dalam penerapan ISO 9001:2008 di PT. Sahabat Rubber Industries dan ketidaksesuaian penerapan ISO 9001:2008 pada PT. Sahabat Rubber Industries menggunakan checklist yang didasarkan atas persyaratan ISO 9001:2008
Variabel Dependen
Variabel dependen dari penelitian ini adalah penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 dan sistem kendali mutu yang belum dijalankan dengan baik.
Variabel Independen
Variabel independen dari penelitian ini adalah kurangnya kontrol dari manajemen representative dan keterbatasan peralatan, sehingga kendala-kendala seperti kurangnya komitmen manajemen, kurangnya sosialisasi penerapan sistem manajemen mutu, kurangnya ketelitian dalam perbaikan dokumen, dan kurangnya komunikasi antar departemen maupun karyawan.
Hasil penelitian
Dari hasil analisis gap analysis checklist dapat disimpulkan bahwa pelaksanaaan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 di perusahaan belum baik. Dari perhitungan presentase yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa range penerapan berada pada kisaran 66%-92%. Kendala yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 ini pada klausal 4 adalah kurangnya kontrol MR dan keterbatasan peralatan, klausal 5 adalah kurangnya komitmen manajemen, kurangnya sosialisasi penerapan sistem manajemen mutu, kurangnya ketelitian dalam perbaikan dokumen dan kurangnya komunikasi antar departemen maupun karyawan, klausal 6 adalah keterbatasan waktu dan kurangnya pemahaman karyawan dalam melakukan penilaian kompetensi karyawan serta keterbatasan peralatan, klausal 7 adalah koordinasi antar sub departemen buruk, kurangnya pemahaman, keterbatasan waktu dan kurangnya ketelitian dan klausal 8 adalah kurangnya kontrol dari MR, kurangnya pemahaman dan belum dibentuknya tim audit internal perusahaan.
Kelebihan
Kelebihan dalam penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan metode deskriptif sehingga pada penelitian dijelaskan apa saja kendala-kendala yang ada pada perusahaan dan bagaimana cara penyelesaian atau perbaikan yang harus dilakukan oleh perusahaan tersebut sehingga perusahaan dapat menerapkan sistem manajemen mutu sesuai persyaratan ISO 9001:2008 yang diterapkan.
Kekurangan
Kekurangan penelitian ini adalah salah satu teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, sehingga dalam prosesnya membutuhkan waktu yang relatif lebih lama.


Rabu, 15 Maret 2017

MRP

Pengertian MRP (Material Requirements Planning)
Perencanaan kebutuhan material (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau prosedur yang sistematis untuk menentukan kuantitas serta waktu dalam proses perencanaan dan pengendalian item barang (komponen) yang tergantung pada item–item tingkat (level) yang lebih tinggi (dependent demand). Ada 4 kemampuan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP yaitu:
  1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat. 
  2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item. 
  3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan. 
  4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan.

Sejarah MRP
Sebelum MRP ada dan sebelum komputer digunakan industri, metode reorder point/reorder quantity jenis (ROP / ROQ) seperti EOQ (Economic Order Quantity) telah digunakan dalam manufaktur dan manajemen persediaan. Pada tahun 1964, Joseph Orlicky sebagai respon terhadap program manufaktur Toyota, mengembangkan material perencanaan kebutuhan (MRP). Perusahaan pertama yang menggunakan MRP adalah Black & Decker pada tahun 1964, dengan Dick Alban sebagai pemimpin proyek. Oliver Wight  ikut berjasa mengembangkan MRP ke perencanaan sumber daya manufaktur (MRP II). Pada tahun 1975 MRP dilaksanakan di 150 perusahaan. Jumlah ini telah tumbuh secara pesat menjadi sekitar 8.000 pada tahun 1981.

Ruang Lingkup MRP
Fungsi sistem MRP meliputi pengendalian persediaan, tagihan pengolahan material dan penjadwalan dasar. MRP membantu organisasi untuk mempertahankan tingkat persediaan rendah (optimal). Hal ini digunakan untuk merencanakan manufaktur, pembelian dan memberikan kegiatan.
Suatu perusahaan yang memproduksi barang, apapun produk mereka, akan menghadapi masalah praktis yang sama sehari-hari bahwa pelanggan menginginkan produk akan tersedia dalam waktu yang lebih singkat dari yang dibutuhkan untuk membuat mereka ini berarti bahwa beberapa tingkat perencanaan diperlukan.
Perusahaan perlu untuk mengontrol jenis dan jumlah bahan yang mereka beli, merencanakan produk mana yang akan diproduksi dan jumlah barang yang harus diproduksi serta memastikan bahwa mereka mampu memenuhi permintaan pelanggan saat ini dan masa depan, semua dengan biaya serendah mungkin. Membuat keputusan yang buruk dalam bidang ini akan membuat perusahaan kehilangan uang seperti pada beberapa contoh masalah sebagai berikut:
  1. Jika sebuah perusahaan membeli barang dalam jumlah cukup dari item yang digunakan dalam suatu proses produksi (manufaktur) tetapi terdapat beberapa barang yang rusak, perusahaan mungkin tidak dapat memenuhi kewajiban kontrak untuk memasok produk tepat waktu.
  2. Jika sebuah perusahaan membeli barang dalam jumlah banyak, sehingga melebihi item barang yang dibutuhkan dalam suatu proses produksi (manufaktur), uang tunai yang dipakai untuk  membeli barang tersebut mungkin dapat dipakai untuk keperluan lain dan barang yang dipakai sebagai stok bahkan mungkin tidak pernah digunakan sama sekali.
  3. Penentuan waktu awal produksi pesanan yang salah dapat menyebabkan batas waktu maksimal yang diharapkan pelanggan terlewatkan yang mengakibatkan kekecewaan pada pelanggan.
Dengan adanya MRP diharapkan permasalahan-permasalahan klasik seperti pada contoh tersebut dapat diatasi. Selain berbagai permasalahan tersebut MRP juga menyediakan jawaban untuk beberapa pertanyaan mendasar yaitu:
  1. Apa saja barang yang dibutuhkan?
  2. Berapa banyak barang yang dibutuhkan?
  3. Kapan barang tersebut dibutuhkan?
MRP dapat diterapkan baik untuk item yang dibeli dari pemasok luar dan sub rakitan, diproduksi secara internal, yang merupakan komponen dari barang-barang yang lebih kompleks.

Elemen MRP
Tujuan MRP adalah menentukan kebutuhan dan jadwal untuk pembuatan komponen-komponen sub asembling atau pembelian material untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh MPS. Jadi MRP menggunakan MPS untuk memproyeksi kebutuhan akan jenis-jenis komponen (component parts).
Elemen-elemen MRP meliputi: 
  1. Penjadwalan Induk (Master scheduling) Bertujuan untuk menentukan output fungsi operasi. 
  2.  Bagan Bahan (Bill of Material) Bahan-bahan apa saja dan berapa komposisi untuk suatu produk.  
  3. Catatan Persediaan (Inventory Record) Catatan dari akumulasi transaksi sediaan yang terjadi di perusahaan atau pabrik.  
  4. Perencanaan Kapasitas (Capacity Planning) Suatu cara membuat perencanaan kapasitas, yaitu :
    1. Rough Cut Capacity Planning, perencanaan kapasitas pemotongan kasar yang lebih sedikit melakukan kalkulasi.
    2. Shop Loading, perencanaan yang lebih akurat dari pada Rough Cut Capacity Planning.
  5. Pembelian (Purchasing) Diperluas fungsinya tidak hanya sekedar membeli, tetapi termasuk juga membangun kepercayaan pemasok.  
  6.  Pengendalian Pengelola Bengkel (Shop-floor Control) Bertugas untuk mengendalikan aliran bahan dengan memperhatikan lead time yang ada. Jangan sampai terjadi penumpukan akibat tidak lancarnya aliran bahan.

Proses MRP
Sistem MRP memerlukan syarat pendahuluan dan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Bila syarat pendahuluan dan asumsi-asumsi tersebut telah dipenuhi, maka kita bisa mengolah MRP dengan empat langkah dasar sebagai berikut :
  1. Netting (penghitungan kebutuhan bersih). Kebutuhan bersih (NR) dihitung sebagai nilai dari kebutuhan kotor (GR) minus jadwal penerimaan (SR) minus persediaan ditangan (OH kebutuhan besih dianggap nol bila NR lebih kecil dari atau sama dengan nol.
  2. Lotting (penentuan ukuran lot). Langkah ini bertujuan menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan bersih. Metode yang umum dipakai dalam prakteknya adalah Lot-for Lot (L-4-L).

Arus Informasi Sistem MRP
  1. Master Production Schedule (MPS)
MPS merupakan ringkasan skedul produksi produk jadi untuk periode mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan pelanggan atau ramalan permintaan. System MRP mengasumsikan bahwa pesanan yang dicatat dalam MPS adalah pasti, kendatipun hanya merupakan ramalan.
  1. Bill Of Material (BOM)
BOM merupakan rangkaian struktur semua  komponen yang digunakan untuk memproduksi barang jadi sesuai dengan MPS. Secara spesifik struktur BOM tidak saja berisi komposisi komponen, tetapi juga memuat langkah penyeledaian produk jadi. Tanpa adanya struktur BOM sangat mustahil untuk dapat melaksanakan system MRP.
  1. Infentory Master File (IMF)
Terdiri dari semua catatan tentang persediaan produk jadi, komponen dan sub-komponen lainnya, baik yang sedang dipesan maupun persediaan pengaman.

Faktor Kesulitan Dalam MRP
Terdapat lima faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam proses MRP yaitu:
1.    Struktur Produk
Semakin rumit struktur produk, akan membuat perhitungan MRP semakin rumit pula. Struktur produk yang komleks terutama kearah vertikal, akan membuat proses penentuan kebutuhan bersih, penentuan jumlah pesanan optimal, penentuan saat yang tepat melakukan pasanan, dan penentuan kebutuhan kotor menjadi berulang-ulang.
2.    Ukuran Lot
Jika dilihat dari cara pendekatan masalah, terdapat dua aliran dalam penentuan ukuran lot yaitu, pendekatan periode dan level by level
3.    Tenggang Waktu
Perbedaan dalam tenggang waktu akan menambah kerumitan dalam proses MRP. Oleh karena itu kita dihadapkan pada masalah penentuan saat paling awal dan saat paling lambat suatu komponen harus selesai atau disebut dengan lintasan kritis.
4.    Perubahan Kebutuhan
MRP dirancang untuk menjadi suatu sistem yang peka terhadap perubahan baik perubahan dari luar maupun perubahan dari dalam (kapasitas). Kepekaan ini bukanlah tidak menimbulkan masalah, perubahan kebutuhan produk akhir tidak hanya mempengaruhi rencana pemesanan, tetapi juga mempengaruhi jumlah kebutuhan yang diinginkan.
5.    Komponen Yang Bersifat Umum (Communality)
Adanya komponen yang bersifat umum (dibutuhkan lebih dari satu induk item) akan menimbulkan kesulitan apabila komponen umum tersebut berada pada level yang berbeda. Diperlukan tingkat ketelitian yang tinggi, baik dalam jumlah maupun waktu pelaksanaan pemesanan.

Kemampuan Sistem RMP
Ada empat kemampuan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP yaitu: 
 
1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.
 
Maksudnya adalah menentukan secara tepat “kapan” suatu pekerjaan harus diselesaikan atau “kapan” material harus tersedia untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan pada jadwal induk produksi.
 
2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item. 
 
Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk jadi, MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item komponen.
 
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan. 

Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan terhadap pesanan harus dilakukan, baik pemesanan yang diperoleh dari luar atau dibuat sendiri. 

4. Mentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan. 
 
Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis.

Selasa, 17 Januari 2017

Optimalisasi Sistem Lingkungan Hidup Terpadu oleh Industri Tekstil

LAPORAN PENELITIAN
OPTIMALISASI SISTEM PENGOLAHAN LINGKUNGAN HIDUP TERPADU OLEH INDUSTRI TEKSTIL

Description: C:\Users\DWI UTARI\Desktop\GUNDAR\logo_gunadarma.jpg

Disusun Oleh:

            Nama (NPM)                          : Aldhy Filqodri                    / 3C 414 863
Kelas                                       : 3ID07
Dosen                                      : Syariffudin Nasution






JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK

2017





PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
   Kemajuan suatu zaman tidak lepas dari majunya zaman yang telah mencapai tahap yang telah dewasa. Kemajuan suatu zaman tidak terlepas dari keinginan manusia yang tidak ada habisnya dan Indonesia sebagai Negara Berkembang harus mampu mengikuti perkembangan zaman tersebut agar tidak kalah bersaing dan mampu menjadi lebih baik dari pada Negara Kompetitor lainnya. Berbagai hal tentu dikembangkan dengan tujuan memperbaiki beberapa kendala yang sebelumnya telah dihadapi pada masa lalu. Berbagai spekulasi muncul untuk menghasilkan perbaikan dengan cara mencari jalur yang efektif dan menciptakan efisiensi terhadap berbagai hal.
   Keinginan memang besarr, namun juga harus memikirkan dampak apa yang akan dihadapi dari keinginan tersebut. Dempak negative terhadap suatu usaha adalah hal yang patut dijauhi dan diwaspadai dikarenakan untuk mencapai harapan menjadi Negara maju. Indonesia wajib memiliki berbagai alternative jika menghadapi kendala. Salah satu hal yang menjadi sorotan tentunya limbah hasil pabrik di berbagai Industri dan tentunya terutama adalah Industri Tekstil.
Industri Tekstil adalah Industri yang cukup banyak peminatnya dan terus berevolusi menjadi lebih baik. Tetapi, apakah output dari proses produksi pada Industri Tekstil telah menjadi lebih baik atau tidak pasti akan menjadi pertanyaan pada benak pelaku Industri. Permasalahan tersebut tentu wajib diselesaikan dan wajib mencari cara terbaik agar menjadi efektif dan optimal.
1.2       Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan masalah-masalah yang akan dibahas pada Laporan Penelitian terhadap Optimalisasi Sistem Lingkungan Hidup Terpadu oleh Industri Tekstil dengan Pengendalian Pencemaran dan Pemanfaatan Konsep Ekologi.

1.3       Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah merupakan batasan-batasan yang dimaksudkan untuk membatasi topik permasalahan agar tidak menyimpang dari pokok bahasan. Berikut ini adalah pembatasan masalah yang ada ialah tidak menjauh dari persoalan terhadap Pengendalian Pencemaran dan Pemanfaatan Konsep Ekologi.

1.4       Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan merupakan hal-hal yang menjadi tujuan dalam penulisan Laporan Penelitian terhadap Optimalisasi Sistem Lingkungan Hidup Terpadu oleh Industri Tekstil. Tujuan dari Laporan ini diantaranya sebagai berikut.
1.      Mengetahui proses terpadu yang efektif dan baik
2.      Mengetahui penerapan terhadap konsep ekologi tersebut























BAB II
LANDASAN TEORI

A.      Pengertian Limbah Cair

Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 10 tahun 2004 tentang baku mutu air limbah, yang dimaksud dengan limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Sedangkan menurut Sugiharto (1987) air limbah (waste water) adalah kotoran dari masyarakat, rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan, serta buangan lainnya. Terdapat beberapa macam limbah cair, yaitu:
a. Limbah cair organik 
b. Limbah cair an organik dan gas.

B.       Klasifikasi Limbah Cair

Limbah cair diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yaitu :
1.      Limbah cair domestic ( domestic wastewater)
Yaitu limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, restoran, penginapan, mall dan lain-lain.Contoh : air bekas cucian pakaian atau peralatan makan, air bekas mandi, tinja, sisa makanan berwujud cair dll.
2.      Limbah cair industry (industrial wastewater)
Yaitu limbah cair hasil buangan industri.Contoh ; air sisa cucian daging, buah atau sayur dari industry pengolahan makanan, air sisa pewarnaan pada industry tekstil dll.
3.      Rembesan dan Luapan ( infiltration and inflow )
Rembesan yaitu : limbah cair yang berasal dari berbagai sumber saluran pembuangan yang rusak, pecah atau bocor sehingga merembes ke dalam tanah.Luapan yaitu : limbah cair yang meluap dari saluran pembuangan yang terbuka karena debitnya melebihi daya tampungnya.Contoh : air buangan dari talang atap, AC, tempat parker, halaman, bangunan industry/perdagangan, pertanian dan perkebunan dll.
4.      Air hujan
Air hujan dikategorikan sebagai limbah apabila hujan terjadi pada daerah yang tercemar udaranya oleh gas-gas sulfur maupunnitrogen sehingga ketika hujuan turun, terjadilah hujan asam sebagai akibat terjadinya reaksi antara gas-gas belerang dan nitrogen di udara dengan air hujan.Hujan asam pHnya rendah, berasa masam, bersifat korosif dan kadang-kadang terasa gatal di kulit.





























BAB III
PEMBAHASAN

3.1       Studi Kasus
Pengelolaan lingkungan hidup dalam perspektif historis, diawali dengan kesadaran akan masalah lingkungan hidup pada tahun 1960. strategi pengelolaan lingkungan hidup yang diterapkan didasarkan pada pendekatan daya dukung (carryingcapacityapproach). pendekatan yang berbasiskan kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya ini ternyata sulit untuk diterapkan, karena terbukti terus menurunnya kondisi lingkungan hidup.
Berdasarkan konsep dasar, minimalisasi limbah cair industri tekstil adalah dimaksudkan untuk mendapatkan jumlah atau volume limbah dengan konsentrasi dan beban pencemaran yang minimal, upaya pencegahan pencemaran lingkungan hidup melalui pendekatan peminimalan limbah, yakni dengan cara pengurangan limbah (recycling) pada hakikatnya adalah manifestasi komitmen yang berwujud nyata mencegah gangguan pencemaran lingkungan hidup dalam skala yang lebih besar dan mengancam kehidupan masyarakat.

3.2        Solusi dan Analisis
1.          Pengendalian Pencemaran Limbah Industri Secara Terpadu
 Pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri tekstil sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, bahwa cepat atau lambat mengganggu kehidupan masyarakat dan dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup secara berkesinambungan. Oleh karena itu, upaya pengendalian pencemaran limbah industri tekstil ini secara terpadu diharapkan lebih membantu efektivitas pengendaliannya. Konsep pencemaran pengendalian limbah industri secara terpadu adalah merefleksikan keterpaduan  beberapa hal fundamental yang dipandang dapat mencegah pencemaran limbah industri.
Pendekatan terhadap perlindungan lingkungan hidup selama ini menurut Otto Soemarwoto adalah apa yang disebut dengan metode ujung pipa (end of pipe). Pendekatan ujung pipa ini menguntungkan , tetapi perusahaan mengeluarkan biaya lebih untuknya sampai mendapatkan keuntungan yang  lebih sebagai hasilnya. Surutnya keinginan kalangan industri untuk membangun fasilita  pengolahan limbah dipabriknya disebabkan karena besarnya biaya penyediaan fasilitas tersebut dan tentunya akan mengurangi profit marginnya.
      Teknologi dan produksi bersih merupakan sebuah paradigma baru dalam melakukan pembangunan ekonomi melalui industri. Dalam paradigma baru ini bukan hanya masalah pengolahan dan pencegahan pencemaran limbah yang dipertimbangkan, tetapi sedini mungkin langkah-langkah produksi, penerapan dan pengembangan teknologi didasarkan atas upaya dalam meminimalisir limbah
Salah satu upaya dalam mengendalikan pencemaran limbah industri tekstil yaitu dengan membuat instalasi pengolahan air limbah sebagai langkah nyata industri untuk memperhatikan keberadaan lingkungan hidup dari pemcemaran limbah. Selain itu pemakaian bahan-bahan kimia harus kurangi.
Keterpaduan aspek dalam pengendalian limbah industri tekstil, selain penerapan teknologi dan produk bersih, dan pengolahan limbah adalah upaya minimasi (pengurangan) limbah secara terpadu oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil. Menurut Isminingsih Gitoparmodjo dan Wiwin Winiati, peminimalan limbah ini dapat dilakukan terhadap beberapa kegiatan kunci, antara lain:
1.      Pengurangan limbah (sourcereduction) melalui beberapa perubahan produk, pencegahan dan perencanaan yang cermat.
2.      Kontrol bahan (sourcecontrol) terhadap perubahan input bahan, perubahan teknologi dan pelaksanaan operasi yang baik.
3.      Kontrol terhadap kegiatan daur ulang (recycling) baik di dalam maupun di luar lokasi industri, seperti pemanfaatan dan penggunaan kembali  (useandreuse), dan reklamasi (recovery) untuk mengembalikan bahan pembantu  dari limbah. Benar bahwa kegiatan sektor industri tekstil tersebut pada satu sisi akan menghasilkan barang yang bermanfaat bagi kesejahtraan hidup masyarakat, trtapi pada sisi lain kegiatan sektor industri tekstil ini juga akan berdampak negatif pada lingkungan hidup.

2.             Pemanfaatan Konsep Ekologi Industri dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
            Persoalan lingkungan hidup dalam beberapa decade terakhir ini menurut kajian kalangan teoretisi semakin meluas, mulai dari polusi udara dan air, menuju pada masalah-masalah seperti penggundulan hutan dan pengikisan lapisan tanah, penipisan lapisan ozon dan pemanasan global. Fakta telah menunjukan bahwa tidak ada tempat di dunia yang tidak tercemar dan tidak ada industry manapun yang dapat terbebas dari tanggung jawab atas berbagai kerusakan lingkungan hidup yang terjadi.
            Pencemaran atau perusakan lingkungan hidup dalam perspektif global, secara factual hamper terjadi pada Negara di berbagai belahan dunia. Deskirpsi terhadap kondisi realitas lingkungan hidup tersebut tidak berlebihan, karena kasus pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup akibat berbagai kegiatan industri termasuk yang terjadi di Indonesia. Indikasinya masih banyak industri yang membuang limbah cairnya secara sembarangan sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan hidup yang mengganggu kehidupan masyarakat.
            Komitmen perusahaan-perusahaan industri tekstil untuk memanfaatkan konsep ekologi industri dalam pengelolaan lingkungan hidupnya, merupakan upaya antisipatif menghadapi kemungkinan negatif yang mencuat ke permukaan dan mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pemanfaatan konsep ekologi industri itu pada dasarnya adalah upaya mengurangi dampak- dampak lingkungan suatu ekologi karena kegiatan industri. Bahkan konsep ini beratribut sebagai suatu pendekatan yang mengintegrasikan aktivitas industry dalam system ekologi.






BAB IV
PENUTUP

4.1.      Kesimpulan
Upaya dalam mengendalikan pencemaran limbah industri tekstil yaitu dengan membuat instalasi pengolahan air limbah sebagai langkah nyata industri untuk memperhatikan keberadaan lingkungan hidup dari pemcemaran limbah. Selain itu pemakaian bahan-bahan kimia harus kurangi. Pemanfaatan konsep ekologi industri itu pada dasarnya adalah upaya mengurangi dampak- dampak lingkungan suatu ekologi karena kegiatan industri. Bahkan konsep ini beratribut sebagai suatu pendekatan yang mengintegrasikan aktivitas industry dalam system ekologi.

4.2.      Saran
Saran diperlukan untuk perbaikan dalam laporan penelitian agar lebih baik kedepannya. Berikut ialah saran yang diberikan dalam laporan penelitian diantaranya, Peneliti harus memerhatikan segala aturan yang ada sehingga hasil yang didapat akan baik. Mengetahui dan mengerti konsep yang baik dalam mencari data terhadap penelitian. Peneliti harus teliti pada saat menguraikan elemen-elemen.






DAFTAR PUSTAKA

Pratiwi, Yuli. “Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah Industri Tektil Berdasarkan Nutricion Value Coeficient Bio Indikator”. 8 Januari 2017. http://jurtek.akprind.ac.id/sites/default/files/129_137_yul_pratiwii.pdf

Zang, Dong. “Textile Resource Journal”. 9 Januari 2017. https://us.sagepub.com/en-us/nam/journal/textile-research-journal#description