Jumat, 03 April 2015

ZIARAH KUBUR ADAT JAWA

Bagi masyarakat Jawa makam merupakan tempat yang dianggap suci dan pantas dihormati. Makam sebagai tempat peristirahatan bagi arwah nenek moyang dan keluarga yang telah meninggal. Keberadaan makam dari tokoh tertentu menimbulkan daya tarik bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas ziarah dengan berbagai motivasi. Kunjungan ke makam pada dasarnya merupakan tradisi agama Hindu yang pada masa lampau berupa pemujaan terhadap roh leluhur. Candi pada awalnya adalah tempat abu jenazah raja raja masa lampau dan para generasi penerus mengadakan pemujaan di tempat itu. Makam, terutama makam tokoh sejarah, tokoh mitos, atau tokoh agama, juga merupakan tujuan wisata rohani yang banyak dikunjungi wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Ziarah makam merupakan satu dari sekian tradisi yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Jawa. Berbagai maksud dan tujuan maupun motivasi selalu menyertai aktivitas ziarah. Ziarah kubur yang dilakukan oleh orang Jawa ke makam yang dianggap keramat sebenarnya akibat pengaruh masa Jawa-Hindu. Pada masa itu, kedudukan raja masih dianggap sebagai titising dewa sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan seorang raja masih dianggap keramat termasuk makam, petilasan, maupun benda-benda peninggalan lainnya. Kepercayaan masyarakat pada masa Jawa-Hindu masih terbawa hingga saat ini. Banyak orang beranggapan bahwa dengan berziarah ke makam leluhur atau tokoh – tokoh magis tertentu dapat menimbulkan pengaruh tertentu. Kisah keunggulan atau keistimewaan tokoh yang dimakamkan merupakan daya tarik bagi masyarakat untuk mewujudkan keinginannya. Misalnya dengan mengunjungi atau berziarah ke makam tokoh yang berpangkat tinggi, maka akan mendapatkan berkah berupa pangkat yang tinggi pula. Bagi masyarakat Jawa, ziarah secara umum dilakukan pada pertengahan sampai akhir bulan Ruwah menjelang Ramadhan. Pada saat itu masyarakat biasanya secara bersama-sama satu dusun atau satu desa maupun perorangan dengan keluarga terdekat melakukan tradisi ziarah ke makam leluhur. Kegiatan ziarah ini secara umum disebut nyadran. Kata nyadran berarti slametan (sesaji) ing papan kang kramat. Selamatan (memberi sesaji) di tempat yang angker /keramat. Kata nyadran juga memiliki pengertian lain yaitu slametan ing sasi Ruwah nylameti para leluwur (kang lumrah ana ing kuburan utawa papan sing kramat ngiras reresik tuwin ngirim kembang) selamatan di bulan Ruwah menghormati para leluhur (biasanya di makam atau tempat yang keramat sekaligus membersihkan dan mengirim bunga). Di daerah-daerah yang mempunyai tempat bersejarah, agak berbau angker, pantai-pantai, goa-goa, yang punya kisah tersendiri biasanya mempunyai upacara adat yang disebut nyadran. Tak ubahnya dengan makna upacara-upacara adat yang lain, nyadran ini juga mengandung makna religius. Ada yang dengan jalan memasang sesaji di tempat itu selama tiga hari berturut turut, ada yang dengan cara melabuh makanan yang telah ‘diramu’ dengan berbagai macam kembang. Ada pula yang mengadakan kenduri dengan makanan makanan yang enak, lalu diadakan pertunjukan besar-besaran dan sebagainya. Kebiasaan mengunjungi makam sebenarnya merupakan pengaruh dari kebiasaan mengunjungi candi atau tempat suci lainnya di masa dahulu dengan tujuan melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kebiasaan ini semakin mendalam jika yang dikunjungi adalah tokoh yang mempunyai kharisma tertentu, mempunyai kedudukan tertentu seperti raja, ulama, pemuka agama, tokoh mistik, dan sebagainya. Dengan berkembangnya jaman, berkembang pula pemahaman manusia tentang ziarah, bahkan muncul berbagai maksud, tujuan, motivasi maupun daya tarik dari aktivitas ziarah ini. Ziarah Sebagai Ungkapan Doa Bagi Arwah Leluhur Secara umum ziarah yang dilakukan menjelang bulan Ramadhan bagi masyarakat Jawa mempunyai maksud untuk mendoakan arwah leluhur mereka. Masyarakat biasanya secara bersama-sama mengadakan kerja bakti membersihkan makam desa atau dusun dengan segala tradisi dan adat kebiasaan yang berlaku secara turun temurun. Ada juga yang dilengkapi dengan mengadakan kenduri bersama di makam, atau di rumah kepala dusun mereka. Pada umumnya mereka mengadakan sesaji dengan tidak lupa membuat kolak dan apem. Tradisi ini biasa disebut ruwahan, sesuai dengan bulan diadakannya yaitu bulan Ruwah. Bagi keluarga-keluarga tertentu biasanya telah diadakan kesepakatan untuk nyadran pada hari ke berapa dalam bulan Ruwah tersebut. Mereka yang berada jauh dari makam selalu menyempatkan diri untuk dapat bersama-sama mengunjungi makam keluarga mereka. Pada waktu ziarah tidak lupa mereka juga membawa bunga tabor untuk ditaburkan ke pusara makam keluarga mereka. Setiap keluarga biasanya mengajak serta anggota keluarga supaya mereka mengetahui dan mengenal para leluhur yang telah dimakamkan di situ. Adanya tradisi nyadran ini menimbulkan berbagai aktivitas yang muncul hanya pada saat tertentu yaitu hari-hari menjelang masyarakat melakukan kegiatan nyadran. Aktivitas yang dapat dikatakan insidental ini seperti misalnya penjualan bunga tabur yang meningkat tajam pada hari-hari sejak pertengahan bulan Ruwah. Hal ini dikarenakan masyarakat yang nyadran sudah dipastikan akan memerlukan bunga tabor untuk nyekar di makam leluhur mereka. Karenanya tidak aneh apabila pada saat-saat itu penjual bunga mulai marak, baik penjual yang memang biasanya sehari-hari berjualan bunga ataupun penjual bunga tiban, mereka hanya berjualan bunga pada saat-saat hari ramai nyekar. Terkait dengan tradisi nyekar atau nyadran ini muncul pula aktivitas lain berupa jasa tenaga membersihkan makam. Di berbagai makam muncul para penyedia jasa untuk membersihkan makam keluarga tertentu dengan sedikit imbalan. Mereka biasanya berada di sekitar makam dan membersihkan makam bagi keluarga yang datang untuk ziarah. Dalam hal ini tradisi ziarah mempunyai fungsi untuk mengingatkan kita yang masih hidup bahwa suatu saat kematian akan kita alami. Selain itu juga seperti telah disebutkan dalam uraian di atas, bahwa ziarah makam akan menimbulkan ikatan batin antara yang masih hidup dengan leluhur yang telah meninggal.
BUDAYA SUNGKEM ADAT JAWA

Sejarah Asal Usul Halal Bi Halal dan Sungkeman
Seorang budayawan yang cukup mashur melakukan penelitian mengani budaya yang ada di Indonesia tentang Halal Bi Halal dan budaya sungkeman yang notabene melekat dengan budaya Jawa.
Dr Umar Khayam (alm), menyatakan bahwa tradisi Lebaran merupakan terobosan akulturasi budaya Jawa dan Islam. Kearifan para ulama di Jawa mampu memadukan kedua budaya tersebut demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat.

Penyebaran agama Islam yang melibatkan sebagian besar masyarakat jawa dan awalnya sangat pesat di Jawa Akhirnya tradisi Lebaran itu meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Untuk mengetahui akulturasi kedua budaya tersebut, kita cermati dulu profil budaya Islam secara global. (Baca Juga:6 Kebiasaan Ini Bisa Membuat Kamu Tambah Pintar)
Di negara-negara Islam di Timur Tengah dan Asia (selain Indonesia), sehabis umat Islam melaksanakan salat Idul Fitri tidak ada tradisi berjabatan tangan secara massal untuk saling memaafkan. Budaya timur tengah lebih menekankan pada keakraban yaitu dengan berpelukan namun tidak secara masal seperti jabat tangan yang ada di Indonesia.
Berdasarkan tuntunan ajaran Islam, saling memaafkan itu tidak ditetapkan waktunya setelah umat Islam menyelesaikan ibadah puasa Ramadan, melainkan kapan saja setelah seseorang merasa berbuat salah kepada orang lain, maka dia harus segera minta maaf kepada orang tersebut. Bahkan Allah SWT lebih menghargai seseorang yang memberi maaf kepada orang lain (Alquran Surat Ali Imran ayat 134).
BUDAYA UPACARA BENDERA

Upacara bendera merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tata upacara yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Dengan kata lain upacara bendera adalah suatu ritual khusus untuk menghormati simbol-simbol negara, seperti: bendera, lagu kebangsaan, pahlawan dan lain sebagainya.  Lebih dari itu upacara bendera hakekatnya sebenarnya sebagai cerminan nilai-nilai budaya bangsa dan merupakan ciri khas yang membedakan dengan negara lain.
Upacara bendera yang dilakukan setiap hari Senin memiliki tujuan yang sangat mulia. Tujuannya diantaranya membiasakan bersikap tertib dan disiplin, menanamkan kekompakan dan kebersamaan, meningkatkan persatuan dan kesatuan, mengenang jasa para pahlawan, dan yang paling penting adalah meningkatkan semangat nasionalisme. Semangat nasionalisme sangat penting dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia.
Perlu diketahui bahwa upacara bendera itu telah diatur dalam Inpres Nomor 14 tahun 1981 tentang urutan upacara bendera. Ini berarti upacara bendera memiliki legalitas yang kuat. Hal tersebut perlu diperhatikan oleh semua kalangan masyarakat, lebih khususnya instansi pemerintahan.
Bagaimana Pelaksanaan Upacara Bendera Saat Ini?
Dewasa ini bisa kita katakan banyak kalangan malas melakukan upacara bendera, baik itu pegawai, siswa dan masyarakat umum. Bagi mereka upacara bendera  hal yang sangat membosankan. Ini merupakan problem yang perlu diatasi, karena melalui upacara benderalah masyarakat meningkatkan jiwa nasionalisme.
Kita juga bisa melihat pelaksanaan upacara bendera hanya bersifat seremonial belaka, tanpa memandang arti dan maknanya. Bayangkan saja banyak masyarakat main-main melaksanakan upacara bendera. Mereka apatis dan meremehkan kegiatan ini.
Banyak dari masyarakat Indonesia mungkin ada yang dalam hidupnya belum pernah melakukan upacara. Memang miris namun memang kenyataan seperti itu.
Pemerintah harus segera mengambil tindakan untuk menetapkan peraturan-peraturan untuk mewajibkan pelaksanaan upacara bendera disetiap instansi dengan serius. Kalau perlu pegawai yang tidak mengikuti upacara diberikan sangsi yang tegas, kerena menurut saya melalui upacara benderalah etos kerja para pegawai bisa ditingkatkan.
Kasus korupsi yang marak dilakukan oleh masyarakat Indonesia, khususnya oleh pegawai sebenarnya berawal dari oknum tersebut tidak memiliki jiwa nasonalisme. Mereka tidak peduli dan tidak mau tahu tentang bangsa ini, mereka hanya memikirkan dirinya sendiri atau dengan kata lain apatis. Upacara bendera adalah salusi sederhana untuk menyelesaikan problem keapatisan ini.
Wajibkan Upacara Bendera di Lembaga Pendidikan?
Tempat yang paling tepat untuk memperkenalkan anak bangsa ini mengenai pentingnya upacara bendera adalah di lembaga pendidikan. Saat ini bisa kita melihat ranah ini sudah mulai pudar untuk melaksanakan upacara bendera. Ada sekolah yang hanya melaksanakan upacara seadanya. Ada juga yang melaksanakan upacara satu kali dalam dua minggu ataupun ada yang tidak melaksanakan sama sekali.
Seharusnya pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat aturan yang mewajibkan setiap lembaga pendidikan, baik itu TK, SD, SMP dan SMA serta Perguruan Tinggi untuk melaksanakan upacara bendera. Pada saat ini di Perguruan Tinggi tidak melaksanakan upacara bendera. Ini adalah hal yang memprihatinkan.
Mahasiswa seharusnya diwajibakan untuk melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin. Hal ini harus dilakukan mengingat upacara bendera memiliki nilai dan tujuan yang sangat mulia, salah satunya adalah menanamkan jiwa nasionalisme. Mahasiswa sebagai agent of change harus memiliki jiwa nasionalisme. Percuma memiliki pengetahuan yang global kalau tidak memiliki jiwa nasionalisme.
Dengan diwajibkannya mahasiswa melaksanakan upacara bendera setidaknya akan mampu meningkatkan kesadarannya tentang Indonesia. Masa depan Indonesia sangat tergantung dari pemudanya (mahasiswa). Apa jadinya bangsa Indonesia kalau para pemudanya tidak memiliki jiwa nasionalisme. Bangsa Indonesia akan hancur dan terombang-ambing.
Sekali lagi saya tekankan pemerintah harus mewajibkan pelaksanaan upacara di semua lembaga pendidikan, mulai dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi. Mari kita menumbuhkan semangat nasionalisme melalui upacara bendera.