Minggu, 14 Januari 2018

Pelanggaran Kode Etik Profesi



Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan
Solusi
Pada kasus di atas dapat kita lihat bahwa kedua belah pihak antara Mulyana dan Salman sama-sama melakukan pelanggaran kode etik profesi. Mulyana yang berprofesi sebagai anggota KPU menyuap Salman yang berprofesi sebagai anggota tim audit. Sebagai seseorang yang dituntut profesional dalam bekerja sebaiknya mereka melaksanakan tanggung jawab sebagaimana mestinya tanpa harus tergiur dengan banyaknya uang yang akan ditawarkan untuk berbuat kecurangan. Karena keprcayaan dan tanggung jawab lebih mahal dibandingan dengan uang yang diberikan.

Sumber :

BERBAGI

Minggu, 07 Januari 2018

KODE ETIK INSINYUR


ANALISIS  FAKTOR-FAKTOR BERPENGARUH TERHADAP RENDAHNYA PENERAPAN KODE ETIK PROFESI INSINYUR PADA PEMBANGUNAN RUANG POLIKLINIK RSUD dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI

Agus Hariyanto Program Studi Magister Teknik Sipil, Jurusan Managemen Infratruktur,  Universitas Muhammadiyah Surakarta agus10hariyanto@gmail.com



Konsep Etika : Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.

 Konsep profesi : Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek. Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu satu adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun. Kedua adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi. Ketiga   mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat. Keempat ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilainilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus. Kelima kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

Konsep kode etik profesi : Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja. Menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, tentang Pokok-pokok Kepegawaian, kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional. Prinsip-prinsip etika profesi :

1.  Tanggung jawab

2.  Keadilan

3.  Otonomi

Peranan etika dalam profesi nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut.

Konsep Insinyur : Insinyur adalah sebuah profesi yang memegang peran penting dalam proses pembangunan ekonomi, khususnya didalam mengembangkan infrastruktur ekonomi dalam era industrialisasi maupun informasi. Dianggap penting karena profesi ini banyak terkait dengan aktivitas perekayasaan yang dilandasi oleh sebuah filosofi tujuan yang semata demi dan untuk “the benefit of mankind”. Menurut ketentuan Pemerintah, penetapan penyebutan istilah profesi dilakukan oleh Menteri Pendidikan cq. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi berdasarkan rekomendasi organisasi profesi yang bersangkutan. Menurut Persatuan Insinyur Indonesia (PII), insinyur didefinisikan sebagai orang yang melakukan rekayasa teknik dengan menggunakan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan nilai tambah atau daya guna atau pelestarian demi kesejahteraan umat manusia.



DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN 

Jenis penyimpangan kode etik pada pembangunan ruang poliklinik RSUD  dr. Soeroto Kabupaten Ngawi. Didalam proses pengerjaannya, pembangunan ruang poliklinik tersebut mengalami berbagai permasalahan, yaitu :

1.    Data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) temuan fisik dari Inspektorat Kabupaten Ngawi mengindikasikan berbagai macam penyimpangan pekerjaan.

2.   Sementara itu, data lain yang ditunjukkan dalam foto-foto proses pengerjaan proyek yang dilakukan oleh Tim Inspektorat Kabupaten Ngawi menyebutkan bahwa terdapat beberapa jenis pekerjaan yang dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan dokumen kontrak kerja konstruksi,

3.   Penyimpangan dalam proses pengerjaan pun juga tampak pada proses penyelesaian pekerjaan. Berdasarkan pemeriksaan BPK-RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia) Provinsi Jawa Timur, proyek tersebut mengalami beberapa kelemahan yang berujung pada pengembalian keuangan pada Kas Daerah, yakni : a. Adendum kedua mengenai penambahan waktu tidak didukung alasan yang memadai sehingga  terdapat potensi denda sebesar Rp 45.145.130,- (1/1000*5hari((2116)hari)*Rp.9.029.026.000,-) b. Terdapat kekurangan volume pekerjaan    Pada saat Tim BPK-RI melakukan  pemeriksaan fisik dilapangan dan melakukan pengujian terhadap rencana anggaran biaya pada kontrak kerja, menunjukkan bahwa pekerjaan yang volumenya kurang dari yang diperjanjikan dalam kontrak sebesar Rp. 36.141.871,651,- c. Terdapat pekerjaan yang tidak dikerjakan sesuai kontrak dan adendum  Pekerjaan pemasangan rangka kayu kruing untuk plafon tidak sesuai dengan spesifikasi teknis Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) dalam kontrak harga kayu sebesar Rp. 97.324.150,00 (2.527,9 M2 * Rp. 2.500.000,- * 0,0154) sedangkan dalam pelaksanaan sesuai volume kayu terpasang sebesar Rp. 38.929.660,- (2.527,9 M2 * Rp. 1.000.000,- * 0,0154) sehingga terdapat selisih volume kayu sebesar Rp. 58.394.490,- Dengan demikian belum ada tindak lanjut dari  pelaksana berupa pembayaran kerugian daerah dan denda keterlambatan total sebesar  Rp. 139.681.491,65,-.

Simpulan Dari analisis data yang dikemukakan dalam bab sebelumnya, disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya penerapan kode etik profesi Insinyur pada pembangunan ruang poliklinik RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi adalah :

1.Terdapat 4 (empat) faktor yang memiliki pengaruh terhadap rendahnya penerapan kode etik profesi insinyur pada pembangunan ruang poliklinik RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi, yaitu faktor komitmen, faktor sumber daya manusia (SDM), faktor kebijakan dan faktor konflik kepentingan.

2.Faktor komitmen yang rendah tampak pada pihak pelaksana yang ditandai dengan pengalihan pekerjaan kepada pihak lain tanpa adanya dokumen yang jelas.

3.Faktor sumber daya manusia (SDM) tampak pada pihak pemilik pekerjaan dimana terdapat rendahnya kuantitas dan ketidaksesuaian profesi tenaga teknis. Pada pihak RSUD, terdapat ketidaksesuain profesi yang ditandai dengan minimnya kualitas dan kuantitas tenaga teknis yang ada pada RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi. Sedangkan pada pihak pelaksana dan pengawas, meskipun memiliki tenaga berlatar belakang pendidikan teknis yang cukup, tetapi tidak berkorelasi positif terhadap kualitas sumber daya manusia didalam melaksanakan pekerjaan tersebut.

4.Faktor kebijakan ditandai dengan tidak dimilikinya aturan secara jelas yang mengatur mengenai kode etik profesi insinyur di Kabupaten Ngawi sehingga tidak ada jaminan perlindungan kepada pemilik pekerjaan dan ancaman sanksi kepada pelaksana proyek yang melanggar kode etik profesi insinyur di Kabupaten Ngawi. 

5.Faktor konflik kepentingan muncul pada pihak RSUD dr. Soeroto selaku pemilik pekerjaan dan pengawas. Konflik kepentingan tersebut muncul sebagai akibat dari munculnya faktor non teknis yang mengintervensi pekerjaan teknis yang dilakukan oleh pelaksana. Akibatnya pihak pengawas dan petugas RSUD dr. Soeroto yang bertanggungjawab dilapangan memiliki keterbatasan kewenangan untuk melakukan koreksi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pelaksana.



Senin, 20 November 2017

ETIKA PROFESI


Nama   : Aldhy Filqodri Ramadhan

NPM   : 3C414863

Kelas   : 4ID07

Riview Jurnal Telaah dan Riset Akutansi


Judul
PENGARUH KEPUASAN KERJA PROFESIONALISME. DAN PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP KINERJA AUDITOR (Studi pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh)
Jurnal
Telaah dan Riset Akutansi
Volume & Halaman
Vol. 3 No. 2, Juli 2010 Hal. 195-205
Tahun
2010
Penulis
1.    Ibnu Gautama S
2.    Muhammad Arfan
Reviewer
Aldhy Filqodri Ramadhan (3C414863)
Tanggal
20 November 2017
Tujuan Penelitian
Menganalisis mengenai dampak serta besarnya pengaruh tingkat kepuasan kerja, profesionalisme, dan penerapan teknologi informasi terhadap kinerja auditor.
Subjek Penelitian
Pihak-pihak auditor  di kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh yang memiliki
Metode penelitian
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan sesuatu keadaan yang terjadi pada saat sekarang. Metode deskriptif juga merupakan suatu studi untuk melakukan perbaikan terhadap kondisi saat ini yang dirasa perlu untuk dilakukan perbaikan. Dengan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor pada Kantor BPK-RI Perwakilan Provinsi Aceh. Laporan Data Pegawai Per 31 Desember 2009, auditor yang ada di BPK RI Kantor Perwakilan Provinsi Aceh berjumlah sebanyak 94 orang dengan pertimbangan bahwa seluruh auditor BPK RI Kantor Perwakilan Provinsi Aceh sudah pernah melaksanakan audit. Ukuran sampel diperoleh 52 auditor.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Teknik ini diambil karena populasinya berstrata.
Alasan dilakukan penelitian ini
Peneliti ingin mengetahui apakah kepuasan kerja, profesionalisme, dan penerapan teknologi informasi baik secara simultan maupun parsial berpengaruh terhadap kinerja auditor pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh.
Variabel Dependen
Variabel dependen dari penelitian ini adalah apakah seorang auditor dapat bersikap objektif terhadap semua kegiatan yang diperiksa dan bertindak secara independen. Seorang auditor dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan dan standar audit yang berlaku
Variabel Independen
Variabel independen dari penelitian ini adalah sulitnya peningkatan kepuasan kerja bagi auditor yang berkaitan dengan pemenuhan harapan kerja dalam melakukan pemeriksaan. Banyaknya pemerikasaan yang dilakukan (overload) dan resiko yang dihadapi oleh auditor dalam melakukan audit sehingga menjadikan seorang auditor yang sulit mendapatkan tingkat kepuasan kerja yang baik dalam menglakukan pekerjaannya tersebut. sehingga pemeriksaan yang dilakukan pada sebuah entitas dapat dilaksanakan sesuai dengan standar audit.
Hasil penelitian
Kepuasan kerja, profesionalisme dan penerapan teknologi informasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pada Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam peningkatan kinerja auditor dibutuhkan peningkatan kepuasan kerja, profesionalisme, dan penerapan teknologi informasi secara bersamaan. Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja, profesionalisme, dan penerapan teknologi informasi maka akan semakin baik pula kinerja yang dihasilkan oleh auditor dalam menjalankan tugas pemeriksaan.
Kelebihan
Kelebihan dalam penelitian ini adalah Sebelum peneliti memaparkan saran-saran untuk perbaikan bagi peneliti selanjutnya terlebih dahulu diungkapkan keterbatasan dalam penelitian ini. Sehingga peneliti selanjutnya dapat menarik kesimpulan dan memaparkan saran-saran perbaikan yang lebih baik dari hasil penelitian sebelumnya.
Kekurangan
Kekurangan penelitian ini adalah salah satu teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunkan sampel sehingga hasil penelitian yang dilakukan tidak mencerminkan mengenai kondisi auditor di BPK RI Perwakilan Provinsi Aceh secara keseluruhan.






Minggu, 15 Oktober 2017

Review Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri ( Sistem Manajemen Mutu)


Judul
Analisis penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 menggunakan gap analysis tools pada PT. Sahabat Rubber Industries, Malang.
Jurnal
Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri
Volume & Halaman
Vol. 3 No. 1, Hal. 12-21
Tahun
-
Penulis
1.    Aditya Twin Prakasa
2.    Nasir Widha Setyanto
3.    L. Tri Wijaya Nata Kusuma
Reviewer
Aldhy Filqodri Ramadhan (3C414863)
Tanggal
16 Oktober 2017
Tujuan Penelitian
Menganalisis tingkat penerapan sistem manajemen mutu pada perusahaan dengan menggunakan metode gap analysis tools
Subjek Penelitian
Pihak-pihak di perusahaan yang memiliki kompetensi dengan penelitian yang dilakukan dan sistem kendali mutu.
Metode penelitian
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan sesuatu keadaan yang terjadi pada saat sekarang. Metode deskriptif juga merupakan suatu studi untuk melakukan perbaikan terhadap kondisi saat ini yang dirasa perlu untuk dilakukan perbaikan.
Alasan dilakukan penelitian ini
Terdapat banyak Kendala dalam penerapan ISO 9001:2008 di PT. Sahabat Rubber Industries dan ketidaksesuaian penerapan ISO 9001:2008 pada PT. Sahabat Rubber Industries menggunakan checklist yang didasarkan atas persyaratan ISO 9001:2008
Variabel Dependen
Variabel dependen dari penelitian ini adalah penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 dan sistem kendali mutu yang belum dijalankan dengan baik.
Variabel Independen
Variabel independen dari penelitian ini adalah kurangnya kontrol dari manajemen representative dan keterbatasan peralatan, sehingga kendala-kendala seperti kurangnya komitmen manajemen, kurangnya sosialisasi penerapan sistem manajemen mutu, kurangnya ketelitian dalam perbaikan dokumen, dan kurangnya komunikasi antar departemen maupun karyawan.
Hasil penelitian
Dari hasil analisis gap analysis checklist dapat disimpulkan bahwa pelaksanaaan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 di perusahaan belum baik. Dari perhitungan presentase yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa range penerapan berada pada kisaran 66%-92%. Kendala yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 ini pada klausal 4 adalah kurangnya kontrol MR dan keterbatasan peralatan, klausal 5 adalah kurangnya komitmen manajemen, kurangnya sosialisasi penerapan sistem manajemen mutu, kurangnya ketelitian dalam perbaikan dokumen dan kurangnya komunikasi antar departemen maupun karyawan, klausal 6 adalah keterbatasan waktu dan kurangnya pemahaman karyawan dalam melakukan penilaian kompetensi karyawan serta keterbatasan peralatan, klausal 7 adalah koordinasi antar sub departemen buruk, kurangnya pemahaman, keterbatasan waktu dan kurangnya ketelitian dan klausal 8 adalah kurangnya kontrol dari MR, kurangnya pemahaman dan belum dibentuknya tim audit internal perusahaan.
Kelebihan
Kelebihan dalam penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan metode deskriptif sehingga pada penelitian dijelaskan apa saja kendala-kendala yang ada pada perusahaan dan bagaimana cara penyelesaian atau perbaikan yang harus dilakukan oleh perusahaan tersebut sehingga perusahaan dapat menerapkan sistem manajemen mutu sesuai persyaratan ISO 9001:2008 yang diterapkan.
Kekurangan
Kekurangan penelitian ini adalah salah satu teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, sehingga dalam prosesnya membutuhkan waktu yang relatif lebih lama.


Rabu, 15 Maret 2017

MRP

Pengertian MRP (Material Requirements Planning)
Perencanaan kebutuhan material (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau prosedur yang sistematis untuk menentukan kuantitas serta waktu dalam proses perencanaan dan pengendalian item barang (komponen) yang tergantung pada item–item tingkat (level) yang lebih tinggi (dependent demand). Ada 4 kemampuan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP yaitu:
  1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat. 
  2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item. 
  3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan. 
  4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan.

Sejarah MRP
Sebelum MRP ada dan sebelum komputer digunakan industri, metode reorder point/reorder quantity jenis (ROP / ROQ) seperti EOQ (Economic Order Quantity) telah digunakan dalam manufaktur dan manajemen persediaan. Pada tahun 1964, Joseph Orlicky sebagai respon terhadap program manufaktur Toyota, mengembangkan material perencanaan kebutuhan (MRP). Perusahaan pertama yang menggunakan MRP adalah Black & Decker pada tahun 1964, dengan Dick Alban sebagai pemimpin proyek. Oliver Wight  ikut berjasa mengembangkan MRP ke perencanaan sumber daya manufaktur (MRP II). Pada tahun 1975 MRP dilaksanakan di 150 perusahaan. Jumlah ini telah tumbuh secara pesat menjadi sekitar 8.000 pada tahun 1981.

Ruang Lingkup MRP
Fungsi sistem MRP meliputi pengendalian persediaan, tagihan pengolahan material dan penjadwalan dasar. MRP membantu organisasi untuk mempertahankan tingkat persediaan rendah (optimal). Hal ini digunakan untuk merencanakan manufaktur, pembelian dan memberikan kegiatan.
Suatu perusahaan yang memproduksi barang, apapun produk mereka, akan menghadapi masalah praktis yang sama sehari-hari bahwa pelanggan menginginkan produk akan tersedia dalam waktu yang lebih singkat dari yang dibutuhkan untuk membuat mereka ini berarti bahwa beberapa tingkat perencanaan diperlukan.
Perusahaan perlu untuk mengontrol jenis dan jumlah bahan yang mereka beli, merencanakan produk mana yang akan diproduksi dan jumlah barang yang harus diproduksi serta memastikan bahwa mereka mampu memenuhi permintaan pelanggan saat ini dan masa depan, semua dengan biaya serendah mungkin. Membuat keputusan yang buruk dalam bidang ini akan membuat perusahaan kehilangan uang seperti pada beberapa contoh masalah sebagai berikut:
  1. Jika sebuah perusahaan membeli barang dalam jumlah cukup dari item yang digunakan dalam suatu proses produksi (manufaktur) tetapi terdapat beberapa barang yang rusak, perusahaan mungkin tidak dapat memenuhi kewajiban kontrak untuk memasok produk tepat waktu.
  2. Jika sebuah perusahaan membeli barang dalam jumlah banyak, sehingga melebihi item barang yang dibutuhkan dalam suatu proses produksi (manufaktur), uang tunai yang dipakai untuk  membeli barang tersebut mungkin dapat dipakai untuk keperluan lain dan barang yang dipakai sebagai stok bahkan mungkin tidak pernah digunakan sama sekali.
  3. Penentuan waktu awal produksi pesanan yang salah dapat menyebabkan batas waktu maksimal yang diharapkan pelanggan terlewatkan yang mengakibatkan kekecewaan pada pelanggan.
Dengan adanya MRP diharapkan permasalahan-permasalahan klasik seperti pada contoh tersebut dapat diatasi. Selain berbagai permasalahan tersebut MRP juga menyediakan jawaban untuk beberapa pertanyaan mendasar yaitu:
  1. Apa saja barang yang dibutuhkan?
  2. Berapa banyak barang yang dibutuhkan?
  3. Kapan barang tersebut dibutuhkan?
MRP dapat diterapkan baik untuk item yang dibeli dari pemasok luar dan sub rakitan, diproduksi secara internal, yang merupakan komponen dari barang-barang yang lebih kompleks.

Elemen MRP
Tujuan MRP adalah menentukan kebutuhan dan jadwal untuk pembuatan komponen-komponen sub asembling atau pembelian material untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh MPS. Jadi MRP menggunakan MPS untuk memproyeksi kebutuhan akan jenis-jenis komponen (component parts).
Elemen-elemen MRP meliputi: 
  1. Penjadwalan Induk (Master scheduling) Bertujuan untuk menentukan output fungsi operasi. 
  2.  Bagan Bahan (Bill of Material) Bahan-bahan apa saja dan berapa komposisi untuk suatu produk.  
  3. Catatan Persediaan (Inventory Record) Catatan dari akumulasi transaksi sediaan yang terjadi di perusahaan atau pabrik.  
  4. Perencanaan Kapasitas (Capacity Planning) Suatu cara membuat perencanaan kapasitas, yaitu :
    1. Rough Cut Capacity Planning, perencanaan kapasitas pemotongan kasar yang lebih sedikit melakukan kalkulasi.
    2. Shop Loading, perencanaan yang lebih akurat dari pada Rough Cut Capacity Planning.
  5. Pembelian (Purchasing) Diperluas fungsinya tidak hanya sekedar membeli, tetapi termasuk juga membangun kepercayaan pemasok.  
  6.  Pengendalian Pengelola Bengkel (Shop-floor Control) Bertugas untuk mengendalikan aliran bahan dengan memperhatikan lead time yang ada. Jangan sampai terjadi penumpukan akibat tidak lancarnya aliran bahan.

Proses MRP
Sistem MRP memerlukan syarat pendahuluan dan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Bila syarat pendahuluan dan asumsi-asumsi tersebut telah dipenuhi, maka kita bisa mengolah MRP dengan empat langkah dasar sebagai berikut :
  1. Netting (penghitungan kebutuhan bersih). Kebutuhan bersih (NR) dihitung sebagai nilai dari kebutuhan kotor (GR) minus jadwal penerimaan (SR) minus persediaan ditangan (OH kebutuhan besih dianggap nol bila NR lebih kecil dari atau sama dengan nol.
  2. Lotting (penentuan ukuran lot). Langkah ini bertujuan menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan bersih. Metode yang umum dipakai dalam prakteknya adalah Lot-for Lot (L-4-L).

Arus Informasi Sistem MRP
  1. Master Production Schedule (MPS)
MPS merupakan ringkasan skedul produksi produk jadi untuk periode mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan pelanggan atau ramalan permintaan. System MRP mengasumsikan bahwa pesanan yang dicatat dalam MPS adalah pasti, kendatipun hanya merupakan ramalan.
  1. Bill Of Material (BOM)
BOM merupakan rangkaian struktur semua  komponen yang digunakan untuk memproduksi barang jadi sesuai dengan MPS. Secara spesifik struktur BOM tidak saja berisi komposisi komponen, tetapi juga memuat langkah penyeledaian produk jadi. Tanpa adanya struktur BOM sangat mustahil untuk dapat melaksanakan system MRP.
  1. Infentory Master File (IMF)
Terdiri dari semua catatan tentang persediaan produk jadi, komponen dan sub-komponen lainnya, baik yang sedang dipesan maupun persediaan pengaman.

Faktor Kesulitan Dalam MRP
Terdapat lima faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam proses MRP yaitu:
1.    Struktur Produk
Semakin rumit struktur produk, akan membuat perhitungan MRP semakin rumit pula. Struktur produk yang komleks terutama kearah vertikal, akan membuat proses penentuan kebutuhan bersih, penentuan jumlah pesanan optimal, penentuan saat yang tepat melakukan pasanan, dan penentuan kebutuhan kotor menjadi berulang-ulang.
2.    Ukuran Lot
Jika dilihat dari cara pendekatan masalah, terdapat dua aliran dalam penentuan ukuran lot yaitu, pendekatan periode dan level by level
3.    Tenggang Waktu
Perbedaan dalam tenggang waktu akan menambah kerumitan dalam proses MRP. Oleh karena itu kita dihadapkan pada masalah penentuan saat paling awal dan saat paling lambat suatu komponen harus selesai atau disebut dengan lintasan kritis.
4.    Perubahan Kebutuhan
MRP dirancang untuk menjadi suatu sistem yang peka terhadap perubahan baik perubahan dari luar maupun perubahan dari dalam (kapasitas). Kepekaan ini bukanlah tidak menimbulkan masalah, perubahan kebutuhan produk akhir tidak hanya mempengaruhi rencana pemesanan, tetapi juga mempengaruhi jumlah kebutuhan yang diinginkan.
5.    Komponen Yang Bersifat Umum (Communality)
Adanya komponen yang bersifat umum (dibutuhkan lebih dari satu induk item) akan menimbulkan kesulitan apabila komponen umum tersebut berada pada level yang berbeda. Diperlukan tingkat ketelitian yang tinggi, baik dalam jumlah maupun waktu pelaksanaan pemesanan.

Kemampuan Sistem RMP
Ada empat kemampuan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP yaitu: 
 
1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.
 
Maksudnya adalah menentukan secara tepat “kapan” suatu pekerjaan harus diselesaikan atau “kapan” material harus tersedia untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan pada jadwal induk produksi.
 
2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item. 
 
Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk jadi, MRP dapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (berdasarkan prioritas) untuk memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item komponen.
 
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan. 

Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan terhadap pesanan harus dilakukan, baik pemesanan yang diperoleh dari luar atau dibuat sendiri. 

4. Mentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan. 
 
Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang dengan menentukan prioritas pesanan yang realistis.