ANALISIS FAKTOR-FAKTOR BERPENGARUH TERHADAP RENDAHNYA
PENERAPAN KODE ETIK PROFESI INSINYUR PADA PEMBANGUNAN RUANG POLIKLINIK RSUD dr.
SOEROTO KABUPATEN NGAWI
Agus Hariyanto Program
Studi Magister Teknik Sipil, Jurusan Managemen Infratruktur, Universitas Muhammadiyah Surakarta agus10hariyanto@gmail.com
Konsep Etika :
Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep
yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah
tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau
baik. Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discipline which
can act as the performance index or reference for our control system”. Dengan
demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan
mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya
yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian
dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja
dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan
akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang
secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik.
Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self
control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk
kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Konsep profesi : Istilah profesi telah
dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang
sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang
bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari
pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan
teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori
dan penerapan dalam praktek. Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang
selalu melekat pada profesi, yaitu satu adanya pengetahuan khusus, yang
biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan
dan pengalaman yang bertahun-tahun. Kedua adanya kaidah dan standar moral yang
sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya
pada kode etik profesi. Ketiga mengabdi
pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan
kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat. Keempat ada izin khusus
untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan
kepentingan masyarakat, dimana nilainilai kemanusiaan berupa keselamatan,
keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu
profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus. Kelima kaum profesional biasanya
menjadi anggota dari suatu profesi.
Konsep kode etik
profesi : Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok
tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di
tempat kerja. Menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, tentang Pokok-pokok Kepegawaian, kode etik
profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan
tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian kode etik profesi adalah
sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci
tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan
perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang
professional. Prinsip-prinsip etika profesi :
1.
Tanggung jawab
2.
Keadilan
3.
Otonomi
Peranan etika
dalam profesi nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau
segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok
yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai
etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk
mengatur kehidupan bersama. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai
nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau
masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat
profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata
nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan
diharapkan menjadi pegangan para anggotanya. Sorotan masyarakat menjadi semakin
tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak
didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang
dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat
profesi tersebut.
Konsep Insinyur
: Insinyur adalah sebuah profesi yang memegang peran penting dalam proses
pembangunan ekonomi, khususnya didalam mengembangkan infrastruktur ekonomi
dalam era industrialisasi maupun informasi. Dianggap penting karena profesi ini
banyak terkait dengan aktivitas perekayasaan yang dilandasi oleh sebuah
filosofi tujuan yang semata demi dan untuk “the benefit of mankind”. Menurut
ketentuan Pemerintah, penetapan penyebutan istilah profesi dilakukan oleh
Menteri Pendidikan cq. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi berdasarkan
rekomendasi organisasi profesi yang bersangkutan. Menurut Persatuan Insinyur
Indonesia (PII), insinyur didefinisikan sebagai orang yang melakukan rekayasa
teknik dengan menggunakan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan nilai tambah atau
daya guna atau pelestarian demi kesejahteraan umat manusia.
DESKRIPSI
DAN PEMBAHASAN
Jenis
penyimpangan kode etik pada pembangunan ruang poliklinik RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi. Didalam proses
pengerjaannya, pembangunan ruang poliklinik tersebut mengalami berbagai
permasalahan, yaitu :
1.
Data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) temuan
fisik dari Inspektorat Kabupaten Ngawi mengindikasikan berbagai macam
penyimpangan pekerjaan.
2.
Sementara itu, data
lain yang ditunjukkan dalam foto-foto proses pengerjaan proyek yang dilakukan
oleh Tim Inspektorat Kabupaten Ngawi menyebutkan bahwa terdapat beberapa jenis
pekerjaan yang dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan dokumen kontrak kerja
konstruksi,
3.
Penyimpangan dalam
proses pengerjaan pun juga tampak pada proses penyelesaian pekerjaan.
Berdasarkan pemeriksaan BPK-RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia)
Provinsi Jawa Timur, proyek tersebut mengalami beberapa kelemahan yang berujung
pada pengembalian keuangan pada Kas Daerah, yakni : a. Adendum kedua mengenai
penambahan waktu tidak didukung alasan yang memadai sehingga terdapat potensi denda sebesar Rp
45.145.130,- (1/1000*5hari((2116)hari)*Rp.9.029.026.000,-) b. Terdapat
kekurangan volume pekerjaan Pada saat
Tim BPK-RI melakukan pemeriksaan fisik
dilapangan dan melakukan pengujian terhadap rencana anggaran biaya pada kontrak
kerja, menunjukkan bahwa pekerjaan yang volumenya kurang dari yang
diperjanjikan dalam kontrak sebesar Rp. 36.141.871,651,- c. Terdapat pekerjaan
yang tidak dikerjakan sesuai kontrak dan adendum Pekerjaan pemasangan rangka kayu kruing untuk
plafon tidak sesuai dengan spesifikasi teknis Rencana Kerja dan Syarat-syarat
(RKS) dalam kontrak harga kayu sebesar Rp. 97.324.150,00 (2.527,9 M2 * Rp.
2.500.000,- * 0,0154) sedangkan dalam pelaksanaan sesuai volume kayu terpasang
sebesar Rp. 38.929.660,- (2.527,9 M2 * Rp. 1.000.000,- * 0,0154) sehingga
terdapat selisih volume kayu sebesar Rp. 58.394.490,- Dengan demikian belum ada
tindak lanjut dari pelaksana berupa
pembayaran kerugian daerah dan denda keterlambatan total sebesar Rp. 139.681.491,65,-.
Simpulan Dari
analisis data yang dikemukakan dalam bab sebelumnya, disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya penerapan kode etik profesi
Insinyur pada pembangunan ruang poliklinik RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi
adalah :
1.Terdapat
4 (empat) faktor yang memiliki pengaruh terhadap rendahnya penerapan kode etik
profesi insinyur pada pembangunan ruang poliklinik RSUD dr. Soeroto Kabupaten
Ngawi, yaitu faktor komitmen, faktor sumber daya manusia (SDM), faktor
kebijakan dan faktor konflik kepentingan.
2.Faktor
komitmen yang rendah tampak pada pihak pelaksana yang ditandai dengan
pengalihan pekerjaan kepada pihak lain tanpa adanya dokumen yang jelas.
3.Faktor
sumber daya manusia (SDM) tampak pada pihak pemilik pekerjaan dimana terdapat
rendahnya kuantitas dan ketidaksesuaian profesi tenaga teknis. Pada pihak RSUD,
terdapat ketidaksesuain profesi yang ditandai dengan minimnya kualitas dan
kuantitas tenaga teknis yang ada pada RSUD dr. Soeroto Kabupaten Ngawi.
Sedangkan pada pihak pelaksana dan pengawas, meskipun memiliki tenaga berlatar
belakang pendidikan teknis yang cukup, tetapi tidak berkorelasi positif
terhadap kualitas sumber daya manusia didalam melaksanakan pekerjaan tersebut.
4.Faktor
kebijakan ditandai dengan tidak dimilikinya aturan secara jelas yang mengatur
mengenai kode etik profesi insinyur di Kabupaten Ngawi sehingga tidak ada
jaminan perlindungan kepada pemilik pekerjaan dan ancaman sanksi kepada
pelaksana proyek yang melanggar kode etik profesi insinyur di Kabupaten Ngawi.
5.Faktor
konflik kepentingan muncul pada pihak RSUD dr. Soeroto selaku pemilik pekerjaan
dan pengawas. Konflik kepentingan tersebut muncul sebagai akibat dari munculnya
faktor non teknis yang mengintervensi pekerjaan teknis yang dilakukan oleh
pelaksana. Akibatnya pihak pengawas dan petugas RSUD dr. Soeroto yang
bertanggungjawab dilapangan memiliki keterbatasan kewenangan untuk melakukan
koreksi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pelaksana.